Rabu, 10 Agustus 2011

Gangguan Inggris dan Belanda bagi Monopoli Perdagangan Rempah-Rempah Portugis di Hindia Timur

Gangguan Inggris
Bangsa Inggris sangat terlambat dalam memulai rute pelayaran melalui Tanjung Harapan menuju Lautan Hindia yang notabene terdapat aktivitas perdagangan rempah-rempah di sana. Hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian pada aktivitas perdagangan di dunia Timur. Pada masa pemerintahan Henry VII, sempat dilakukan pelayaran untuk mencapai pasar rempah-rempah dan sutra di Asia Timur oleh John Cabot dari Bristol, namun hal ini terhambat selama beberapa abad karena penemuan benua Amerika.
Salah satu upaya yang sempat dilakukan bangsa Inggris untuk sampai ke dunia Timur adalah yang dilakukan oleh Anthony Jenkinson yang melalui rute ke arah timur menyebrangi daratan melalui Rusia, terus ke bawah sampai pada Persia, kemudian hanya dapat melakukan aktivitas perdagangan jangka pendek di sana. Para saudagar London pun berusaha mengembangkan perdagangan di sebelah timur Laut Tengah, yaitu Syiria, namun tetap saja tidak bisa menjangkau sampai ke pintu gerbang perdagangan mancanegara saat itu, yaitu India dan sekitarnya. Akhirnya mereka mengambil kesimpulan bahwa satu-satunya jalan praktis menuju perdagangan rempah-rempah di dunia timur adalah melalui Tanjung Harapan.
Ketika berhasil muncul di kawasan Asia Tenggara, Inggris menjadi saingan bagi Portugis dan Belanda. Namun, karena kurangnya pengetahuan mereka tentang perdagangan dan pelayaran di sekitar Samudera Hindia cukup membuat Inggris kesulitan selama pertengahan pertama abad ke-16. Sementara itu, Portugis berusaha keras untuk merahasiakan operasi perdagangan dan pelayaran di dunia timur dari pihak Inggris. Salah satu cara yang bisa dilakukan oleh mereka adalah dengan mengeluarkan dana yang sangat besar untuk melakukan pelayaran mengelilingi dunia sejauh 16.000 mil untuk melakukan ekspedisi membawa muatan rempah-rempah ke arah barat dengan mencari kapal-kapal Spanyol. Perang Inggris dan Spanyol berdampak pada kemajuan pembuatan kapal-kapal besar untuk aktivitas perdagangan dan pelayaran di Samudera Hindia, namun di samping itu pula, sebenarnya Inggris telah siap untuk bersaing dengan Portugis di Samudera Hindia.
Saat Philip II Spanyol berhasil menguasai Portugis pada tahun 1580, ia mengundang musuh-musuhnya untuk menyerang kekaisaran Portugis. Namun, Inggris lebih memilih untuk membantu Portugis untuk mendapatkan kembali kemerdekaannya dari Spanyol, dengan harapan kelak Portugis akan menghadiahkan monopoli perdagangan rempah-rempahnya di Samudera Hindia kepada Inggris. Akan tetapi, para saudagar Inggris mengeluarkan petisi pada Oktober 1589 yang lebih memilih untuk merebut langsung monopoli perdagangan rempah-rtempah Portugis di Hindia, ketimbang membantu Portugis melawan Spanyol. Apalagi setelah Spanyol kalah dari Perang Armada pada 1588, mereka menyarankan pada Ratu Elizabeth untuk memperkuat perdagangan melalui jalur Tanjung Harapan.
Satu tahun sebelum Perang Armada, Drake berhasil merampas kapal Portugis, San Philippe, yang bermuatan rempah-rempah seharga $108.000, kemudian ia berpendapat bagaimana jika aktivitas perdagangan melalui jalur Tanjung Harapan dibiayai oleh hasil-hasil rampasan dari kapal dagang Portugis. Selain itupun perdagangan Inggris di Hindia dapat dilakukan di antara India Selatan dan Filiphina tanpa harus mendekati benteng Portugis dan Spanyol. Namun, petisi di atas tidak mendapatkan respon samapi tahun 1591 akhirnya dikirimkan ekspedisi menuju Hindia Timur dengan 3 buah kapal dari Plymouth melalui Tanjung Harapan di bawah pimpinan George Raymond dan James Lancester. Namun, ekspedisi tersebut gagal karena para anggota ekspedisi tersebut bayak yang meninggal karena penyakit. Ekspedisi-ekpedisi selanjutnya hingga tahun 1596 pun, baik yang melalui rute Tanjung Harapan maupun Selat Magellhaens tetap gagal.
Sampai pada tahun 1595-1597, ketika Cornelis de Houtman berhasil menuju Hindia dengan waktu tercepat dan berhasil membawa muatan rempah-rempah yang banyak, permintaan menyelusuri jalur Tanjung Harapan ke Hindia oleh para saudagar London pun kembali bermunculan, apalagi dengan munculnya karya Itinerario oleh Linschoten dalam terjemahan bahasa Inggris tahun 1598 yang menjelaskan tentang aktivitas perdagangan dan pelayaran di Samudera Hindia. Walaupun banyak problem intern dalam pemerintahan Elizabeth saat itu, pada 31 Desember 1600 resmi didirikan Perusahaan India Timur di Inggris dengan dukungan Dewan Prive, yang dikenal dengan EIC.
EIC dipimpin oleh seorang gubernur dan 24 orang panitia yang bertugas untuk mengorganisir ekspedisi perdagangan ke Hindia Timur. Diberi hak monopoli dagang di kawasan antara Tanjung Harapan dan Selat Magellhaens selama 15 tahun. Ekpedisi pertamanya dengan modal $6.800 dengan kapal khusus seharga %41.000 dan berbagai perlengkapan untuk perdagangan seharga $6.860 dan uang real “A8” senilai $21.742 untuk membeli barang muatan dan dibawa pulang kembali. Lancerster yang ikut dalam ekspedisi ini ditempatkan sebagai orang yang paling bertanggung jawab. Ekspedisi Lancester pada Februari 1601 tiba di Aceh pada 5 Juli 1605, kemudian berlayar ke Banten dan diizinkan untuk mendirikan kantor dagang di sana oleh pemerintah setempat dan mereka berhasil membawa pulang muatan rempah-rempah yang banyak.

Gangguan Belanda
Saat Lancester berhasil membuka kantor dagang pertama di Hindia Timur, Belanda telah melakukan serangkaian upaya tersebut selama kurang lebih 4 tahun lamanya.Namun, dengan keputusan Philip II Spanyol yang menutup pelabuhan Lisabon bagi para pedagang Inggris dan Belanda, mengecewakan para pedagang Belanda yang selama ini berperan sebagai pihak perantara antara para pedagang di Lisabon dan Eropa. Akhirnya mereka memutuskan untuk berlayar langsung ke Timur sendiri dengna tujuan untuk mengeruk keuntungan. Saat Belanda mendapatkan tantangan untuk merebut monopoli perdagangan Hindia Timur dari tangan Portugis, ia telah memiliki berbagai kemajuan daripada bangsa Inggris.
Pada 1595 ekspedisi pertama Belanda berangkat ke Hindia Timur atas jasa dari Jan Huygen van Linschoten dari Haarlem yang merupakan Ahli Ilmu Bumi dan Pemetaan yang berhasil menerbitkan buku Reysgeschrift van de Navigatien der Portugaloysers in Orienten dan Interario, Voyagie ofte Schipvaert van Jan Huygen van Linschoten naar Oost yang berisikan informasi mengenai kekuatan dan hubungan Portugis dengan para penduduk Hindia Timur yang telah goyah, sehingga pedagang-pedagang asing lainnya memiliki kesempatan untuk bersaing dengan Portugis. Di sana juga dijelaskan tentang Jawa yang menjadi pusat perdagangan karena orang-orang Portugis jarang pergi ke sana. Ekspedisi ini berangkat melalui rute Tanjung Harapan dipimpin oleh Cornelis de Houtman dengan membawa 4 buah kapal berhasil tiba di Banten pada Juni 1596.
Awalnya ia diterima dengan baik di Banten, namun karena sikapnya yang keterlaluan ia dan beberapa anak buahnya di penjarakan. Akibatnya kapal-kapal Belada menyerang ibukota Banten. Setelah berhasil dibebaskan dengan uang tebusan, ia melanjutkan perjalanan sepanjang pantai utara Jawa sampai Bali, ketika ingin menuju Maluku, para awak kapal memaksanya untuk pulang walaupun dengan hasil muatan yang sangat kurang. Keberhasilan Houtman membawa rempah-rempah mendorong ekspedisi-ekspedisi selanjutnya yang lebih terorganisir.
Namun di lain pihak, Portugis gelisah akan kedudukannya di Maluku. Goa mulai dipersenjatai untuk menahan masuknya Belanda ke Maluku, utusan ke Jawa pun telah dikirimkan untuk menghadang dan menolak kedatangan bangsa Eropa lainnya di kemudian hari. Akan tetapi, sebelum sampai ke Sunda Kelapa, pasukan mereka menghadapi serangan sengit dari pasukan Demak, sehingga memaksa armada Portugis mundur ke Malaka.
Selama 1598, 5 ekspedisi Belanda telah diberangkatkan ke Hindia Timur dengan 13 kapal melalui Tanjung Harapan dan 9 kapal melalui Selat Magellhaens. Dalam ekspedisi tersebut Oliver van Noort merupakan orang Belanda pertama yang berhasil mengelilingi dunia dengan rute ke arah barat. Kemudian terdapat ekspedisi tunggal terbesar yang dikirimkan Compagnie van Verre di bawah pimpinan Jacob van Nick, van Warwijck dan van Heemskerck yang menemukan kepulauan Mauritius. Di lain pihak, karena orang-orang Banten sedang berperang mengusir orang-orang Portugis, mereka berdagang dengan para pedagang dari mana saja. Dengan perlakuan Belanda yang membaik setelah tragedi Houtman yang dipenjarakan, maka Belanda pun diterima dengan baik oleh Banten dan daerah-daerah lainnya di nusantara.
Dari keseluruh ekspedisi tersebut, kapal dagang Belanda menjangkau hingga ke Jakarta, Tuban, Gresik, Sumatera, Kalimantan, Siam, Manila, Canton dan Jepang, namun yang paling menghasilkan banyak keuntungan adalah ekspedisi di bawah komando van Nick sedang yang lainnya mengalami kerugian bagi para promotornya dan hal ini yang akan memninbulkan krisis London. Namun, Belanda tidak begitu terpengaruh dan dua tahun sebelum VOC dibentuk, Steven van der Hagen berhasil membuat perjanjian dengan penguasa Ambon untuk melakukan penyerahan seluruh hasil cengkeh kepada Belanda. Perjanjian tersebut mengawali perjanjian-perjanjian lainnya guna mengusir Portugis dan memonopoli perdagangan rempah-rempah.
Pada 1602 dibentuklah perusahaan dagang khusus wilayah Hindia Timur, yaitu VOC (Vereeningde Oostindieche Compagnie) untuk menyaingi perusahaan dagang asing lainnya, terutama EIC. Mulai saat itu, pelayaran menjadi lebih liar bagi Belanda, di mana mereka mulai pura-pura menjalin persahabatan dengan penguasa daerah-daerah di Hindia Timur untuk mnguasai pelabuhan-pelabuhan penting di nusantara, dan persahabatan tersebut berguna dalam rangka mengusir Portugis dari nusantara. ADRT mereka dilandasi oleh hak octrooi dari UU Kerajaan tanggal 20 Maret 1602, yaitu antara lain: hak monopoli perdagangan di sepanjang Tanjung Harapan dan Selat Magellhaens selama 20 tahun, hak mendirikan benteng-benteng, hak membentuk angkatan perang, dan hak melantik pejabat-pejabat peradilan.
VOC didirikan dengan saham dari berbagai kota dagang di Belanda Utara, yaitu Amsterdam, Middelburg, Delf, Rotterdam, Hoorn dan Enkhuizen. Manajemen untuk kegiatan sehari-hari diurus oleh badan Heeren XVII yang terdiri dari 17 orang yang menjari direktur dan Majores (mayor). Amsterdam memiliki 8 kamar perwakilan, Middeiburg dengan 4 kamar perwakilan dan yang lainnya masing-masing satu kamar serta 1 kamar lagi secara bergilir. Pengorganisasian yang luar biasa bagusnya mendapatkan hasil yang memuaskan pula, di mana Belanda akhirnya berhasil mengambil alih kantor-kantor dagang di wilayah Ternate, Maluku, Banda, Banten dan Gresik (pantura) dan Patani serta Johor di Semenajung Melayu serta Aceh di ujung barat laut Sumatera. Pada tahun 1603 armada Portugis di Johor berhasil ditaklukan dan di Manila, armada VOC berasil menaklukan armada Portugis atas bantuan Spanyol. 
 Pada tahun 1607 Belanda sempat kehilagan Kepulauan Rempah-Rempah karena berhasil direbut oleh armada Spanyol yang berkuasa di Ternate bagian barat. Dan pada tahun 1609 akhirnya Belanda berhasil merebut kembali Kepulauan Rempah-Rempah tersebut dari tangan Spanyol.

Perkembangan Sarekat Islam Masa Pergerakan Nasional

BAB I
PENDAHULUAN

Kegiatan perpolitikan di Indonesia mulai terdengar gaungnya sejak awal abad ke-20, ditandai dengan berdirinya organisasi Budi Utomo pada tahun 1908 dan Sarekat Islam pada tahun 1912, yang semula bernama Sarekat Dagang Islam yang didirikan pada tahun 1905. Pembentukan organisasi-organisasi betapapun terbatas jangkauannya, namun mampu menciptakan kesempatan bagi munculnya rasa solidaritas dan interaksi antar-kaum terpelajar. Organisasi tersebut mampu menjadi wadah bagi terciptanya hubungan sosial baru yang berfungsi sebagai tumpuan identitas, sosial, budaya hingga kemauan politik kolektif.[1]
Organisasi Sarekat Islam yang didirikan pada tahun 1912 ini menawarkan alternatif lain yang lebih menarik dari yang ditawarkan oleh BO (Boedi Oetomo). Dengan menonjolkan agama Islam sebagai ciri khasnya, organisasi ini mampu menjangkau rakyat yang tidak puas dengan keberadaan BO ataupun bagi mereka yang tidak dapat menjangkau BO, karena hanya mengedepankan upaya mencapai tata kehidupan baru yang lebih baik lagi bagi kehidupan sosial-kultural masyarakat Jawa, di mana anggota organisasi ini mayoritas dari kalangan priyayi Jawa dan Madura saja yang juga merupakan pelajar STOVIA.[2]
Karena keterbatasan masyarakat luas dalam menjangkau BO, maka Sarekat Islam muncul sebagai organisasi yang mampu menjangkau masyarakat luas di seluruh pelosok Nusantara melalui karakternya yang agamis. Pada perkembangan selanjutnya, massa yang besar di seluruh pelosok Nusantara, mendorong tumbuhnya cabang-cabang SI di berbagai daerah, seperti SI Semarang, SI Yogyakarta, SI Surakarta serta SI Surabaya dan tidak lupa dibentuk pula semacam SI pusat atau CSI dengan struktur modern dengan pemimpinnya yang terkenal seperti Tjokroaminoto dan Abdoel Moeis. Untuk mengetahui lebih detail tentang sejarah terbentuk dan berkembangnya organisasi Sarekat Islam yang sangat terkenal ini, akan kami jelaskan lebih lanjut pada bab selanjutnya.

BAB II
PEMBAHASAN

2. 1.    Sejarah Berdirinya Sarekat Islam
Seperti yang telah dipaparkan pada pendahuluan di atas Sarekat Islam adalah sebuah organisasi yang berdiri di awal abad ke-20, tepatnya pada tahun 1912.[3] Mulanya organissai ini berama Sarekat Dagang Islam yang didirikan oleh Haji Samanhudi dengan tujuan awalnya adalah untuk membantu dan menyelamatkan para pengusaha batik pribumi dari para pedagang tionghoa saat itu yang memonopoli perdagangan batik pribumi. Sejak semula organisasi ini memang didirikan dengan diarahkan khusus bagi kepentingan rakyat jelata.[4] Berikut beberapa alasan lainnya yang mendorong berdirinya organisasi Sarekat Islam (SI):
ü  kemajuan gerak langkah penyebaran agama Kristen
ü  hinaan parlemen Negeri Belanda tentang tipisnya kepercayaan beragama bangsa Indonesia[5]
Menurut Deliar Noer, ada dua alasan organisasi ini berdiri, pertama kompetisi tinggi pada bidang perdagangan batik, terutama dengan golongan Cina dan sikap superioritas orang Cina terhadap orang pribumi sehubungan dengan berhasilnya revolusi Cina dalam tahun 1911.[6] Hal ini sebagai akibat dari digantinya tekstil pribumi dengan bahan-bahan yang diimpor dan dibeli oleh para pembatik dari pedagang perantara Cina, maka seluruh industri batik beralih ke tangan orang Cina. Untuk mempertahankan diri terhadap praktek-praktek orang Cina, para pedagang batik Jawa akhirnya bersatu pada tahun 1911 dan mendirikan SI, hal ini dikemukakan oleh Van Niel.[7]
Meskipun demikian ada beberapa fakta yang menyangkal, pertama konstatasi bahwa orang Cina telah mengeluarkan para pengusaha batik Jawa, setidaknya di Surakarta tidaklah benar. Memang ada tapi hanya sebagian kecil dan itu juga di daerah Kudus, Lasem, dan Banyumas. Kedua, orang Cina menguasai perdagangan dalam bahan baku cat sudah ada jauh sejak tahun 1890-an. Jadi, peralihan bahan baku dari cat alami ke cat kimiawi pada abad ini hampir tidak membawa perubahan. Ketiga, dalam kerajinan batik Solo yang dilakukan pada tahun 1920-an pada umumnya terjalin hubungan yang baik antara bahan baku orang Cina dan produsen orang Indonesia.
Karena visi utamanya berkaitan dengan perlawanan menghadapi para pedagang tionghoa, maka lahirlah sikap permusuhan rakyat terhadap bangsa Tionghoa. Berbagai perkelahian sering terjadi, yang mengakibatkan rasa khawatir di dalam pemerintahan kolonial. Permusuhan yang sering terjadi membuat pemerintah bersikap represif terhadap Sarekat Dagang Islam yang berada di Surakarta. Tindakan tersebut mengakibatkan pada tanggal 12 Agustus 1912, SDI diskors selama 4 hari oleh residen Surakarta tidak boleh menerima anggota baru dan mengadakan rapat-rapat.
Keputusan pengubahan nama dari Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam berdasarkan pada keinginan memperluas perkumpulan, tidak hanya lagi berorientasi pada kegiatan perdagangan, namun telah merambah berbagai bidang kehidupan yang tujuan pendiriannya tetap sama, yaitu mencapai kemajuan rakyat yang nyata dengan jalan persaudaraan, persatuan dan tolong-menolong di antara kaum Muslimin semuanya. Satu hal yang menjadi sangatpenting adalah di mana anggota dari Sarekat Islam ini TIDAK boleh berasal dari kalangan pegawai negeri atau pejabat pemeritahan kolonial Hindia-Belanda.
Tujuan Anggaran Dasar SI lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut:
Ø  Memajukan pertanian, perdagangan, kesehatan, pendidikan dan pengajaran
Ø  Memajukan hidup menurut perintah agama dan menghilangkan faham-faham keliru tentang Islam
Ø  Mempertebal rasa persaudaraan dan saling tolong-menolong di antara anggotanya.
Meskipun Sarekat Islam didirikan sebagai organisasi modern, lengkap dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, namun persepsi masyarakat mengenai SI sering berbeda sekali dengan yang dimaksud oleh para pimpinan, SI lebih sering dianggap sebagai lambang dari identitas golongan.[8] Untuk mengatur rakyat Indonesia ke arah emansipasi dalam menghadapai sistem kolonial dengan segala ketimpangannya, SI berurusan dengan berbagai kelompok dan golongan sosial dan subkultur. Kalau di kota orientasi tujuan pembangunnanya sudah bersifat realistik, apa yang terjadi di pedesaan bersifat kebalikannya, lebih kepada aspek religius.
Dapat dilihat dari upaya menegakkan moralitas agama, mengusahakan kesejahteraan serta meningkatkan kedudukan dan peranan sosial ekonomi, sekaligus bersamaan dengan penggalangan kesadaran sosial rakyat. Di kalangan SI, kesadaran sosial tidak terpisah dari kesadaran religius. Keduanya saling memperkuat, sehingga sensitivitas meningkat dalam menghadapi masalah-masalah melalui kompetisi dengan para pengusaha asing, diskriminasi menurut garis warna dan proses dekadensi moral.[9]
Pada perkembangannya perluasan perkumpulan ini terwujud dalam pengadaan pembukaan cabang di berbagai daerah dengan minimal anggotanya terdiri dari 50 orang. Namun di pihak lain, pemerintah Hindia-Belanda kurang sependapat bila diadakan perluasan, pemerintah ingin perkumpulan SI hanya ada di Surakarta saja karena tidak ingin sampai menjalar ke pelosok Nusantara. Usaha tersebut mengalami kegagalan, terbukti pada 10 September 1912 berhasil disusun peraturan baru di daerah Surabaya, bahwa pembukaan cabang-cabang baru akan mungkin tetap berlanjut dengan Haji Samanhudi menjadi Ketua Pengurus Besar dan H.O.S Tjokroaminoto sebagai komisarisnya.
Penetapan Anggaran Dasar juga dilakukan dengan tujuan memajukan semangat dagang bangsa Indonesia, memajukan kecerdasan rakyat dan hidup menurut perintah agama serta menghilangkan faham-faham yang keliru tentang agama Islam. Pada masa itu dalam penetapan Anggaran Dasar tidak disertakan tujuan politik, karena pendirian organisasi yang bersifat politik sangat dilarang dan membahayakan.
Gubernur Idenburg secara hati-hati mendukung organisasi ini, baru pada tahun 1913 SI diakui oleh pemerintah kolonial secara resmi. Namun tetap saja, ia tidak akan mengakui Central Sarekat Islam sebagai markas besar SI yang mengendalikan segala kegiatan yang bersifat nasional.[10] Akibatnya, CSI semakin sulit melakukan pengawasan yang terorganisir terhadap cabang-cabang SI yang berada di daerah.

2. 2.    Sarekat Islam dan Perkembangannya
Pada perkembangan selanjutnya tumbuhlah cabang-cabang SI di berbagai daerah, seperti SI Semarang, SI Yogyakarta, SI Surakarta serta SI Surabaya dan tidak lupa dibentuk pula semacam SI pusat atau CSI dengan struktur modern. Salah satu faktor berkembangnya SI secara pesat dengan memiliki basis massa yang besar adalah karena diperbolehkannya kartu keanggotaan rangkap. Akibatnya, mayoritas anggota SI merupakan anggota dari organisasi lain, seperti ISDV, PKI, ataupun serikat-serikat kerja/buruh.
Walaupun perkembangan SI sampai ke luar Jawa, namun tetap mempertahankan Jawa sebagai pusat kegiatannya.[11] Pemerintah kolonial semakin tidak senang melihat kekuatan SI yang semakin besar dilihat dari jumlah massanya saat itu, melebihi massa dari organisasi-organisasi lainnya. Walaupun para pengikut Sarekat Islam begitu banyak, tetapi tidak semuanya mempunyai pengertian dan pemahaman atas tujuan dan kegiatan organisasi tersebut, sehingga terjadi berbagai penyimpangan yang mengatasnamakan organisasi Sarekat Islam.
Di beberapa tempat yang menjadi cabang Sarekat Islam timbul berbagai gerakan anti-Cina, dikarenakan golongan Tionghoa dianggap sebagai penghalang usaha ekonomi pribumi. Daerah tersebut antara lain: Sala, Bangil, Tuban, Rembang, Cirebon, Tuban, Kudus (1918). Hal itu juga diperkuat karena adanya perbedaan agama. Di Batavia saat itu juga banyak terjadi bentrokan yang mengatasnamakan Sarekat Islam dengan para pengusaha pelacuran dan perjudian.[12]
Bukanlah suatu kebetulan bahwa insiden itu bersifat lokal dan berumur pendek. Hal tersebut dikarenakan oleh kenyataan bahwa cabang-cabang Sarekat Islam di daerah tadi berdiri sendiri atau otonom, yang menyebabkan pimpinan pusat Sarekat Islam (CSI) tak berdaya. Sikap berani para SI daerah tersebut juga memancing pemerintah kolonial untuk mengeluarkan peraturan baru yang menetapkan bahwa cabang-cabang harus berdiri sendiri untuk daerahnya masing-masing (SI daerah).
Namun pemerintah tetap tidak berkeberatan bila antar SI daerah saling bekerja sama melalui badan-badan perwakilan. Hal ini dilakukan guna menghindari adanya kepemimpinan pusat di tubuh SI yang dapat mengorganisir SI di daerah-daerah untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial. Hingga tahun 1915 saja telah berdiri lebih dari 50 cabang Sarekat Islam di daerah, dan untuk menyikapi hal tersebut di Surabaya didirikanlah Central Sarekat Islam (CSI) dengan tujuan untuk memajukan dan membantu SI daerah dalam mengadakan perhubungan dan pekerjaan bersama di antaranya.
Dengan jumlah massa yang banyak, mendorong organisasi-organisasi lainnya untuk melirik dan mendapat pengaruh dalam tubuh SI. Sebut saja seperti ISDV (Indisch Sociaal Democratische Vereniging), NIP (National Indische Partij). ISDV di bawah Sneevliet, P. Bergsma, J. A. Braadsteder dan H. W. Dekker yang sebenarnya berhaluan radikal, secara mengejutkan mampu melakukan penyusupan atau propaganda secara halus dalam tubuh SI. Mereka berhasil masuk menyebarkan pengaruhnya pada anggota-anggota SI, sebut saja seperti Semaoen (wakil SI Surabaya dan pemimpin SI Semarang), Darsono, H. Misbach, Tan Malaka, Alimin Prawirodirdjo dan Marco (SI Surakarta) yang berhasil menentang tokoh-tokoh SI yang tulen dan kolot.
Marco awalnya adalah seorang jurnalistik yang keras mengkritik pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Ia berkali-kali dikenakan pressdelict karena berita-berita yang dituliskannya. Sewaktu ditahan di penjara, Marco mendapatkan tekanan kuat dari pengurus SI, ia tidak mendapatkan dukungan penuh. Justru ia dibela oleh Sneevliet dan inilah awal mula Marco terjun dalan haluan sosialis di dalam SI. Marco yang sempat mundur dari pentas pergerakan dan lebih memilih melanjutkan serta fokus dalam kegiatan jurnalistiknya, akhirnya memutuskan untuk kembali ke Surakarta karena hidup baginya adalah “pergerakan dan pengorbanan”.[13] Kaum sosialis tersebut datang ke Indonesia, karena melihat bangsa ini memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat melakukan gerakan-gerakan massa melawan pemerintah Hindia-Belanda.
Hal ini dilatarbelakangi oleh perpecahan yang terjadi pada kaum sosialis Belanda yang melahirkan kubu revisionis dan kubu ortodoks revolusioner. Seperti yang dituliskan oleh Munasichin berikut:
Kubu revisionis tetap bertahan dan mengembangkan partai sosialis sebelum-nya Sociaal Democratische Arbeiders Partij (SDAP) yang lebih moderat. Se-dangkan kelompok ortodoks mendirikan partai baru yang kemudian dikenal dengan nama Sociaal Democratische Partij (SDP). SDP dikenal sebagai partai berhaluan Marxisme ortodoks, yang mengembangkan perjuangan revolusioner daripada perjuangan parlementer, seperti yang dilakukan oleh SDAP.[14]

Pada tahun 1914 Sneevliet dan kawan-kawan berhasil mendirikan organisasi ISDV yang kental dengan haluan Marxisme-nya. Setelah berhasil mendirikan organisasi tersebut, Sneevliet berusaha mencetak tokoh-tokoh sosialis pribumi yang sangat berpengaruh pada masa awal kebangkitan nasional, terutama yang mampu menggerakkan rakyat dalam melakukan perlawanan terhadap segala kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang menyengsarakan mereka. Hasil cetakan ISDV tersebut seperti Semaoen, Darsono dan Marco tak lain adalah anggota SI daerah.
Pada tahun 1916 sampai tahun 1921 SI mulai memliki struktur organisasi yang stabil. SI memberikan perhatian pada hampir semua masalah, mulai dari masalah politik sampai dengan masalah agama. Selain itu juga untuk menyebarkan dan menegakkan cita-cita nasionalisme dengan Islam sebagai dasar pemikirannya. Sifat politik dari organisasi ini dirumuskan dalam Asas dan Program kerja yang disetujui oleh kongres yang diadakan pada tahun 1917. Program kerja dibagi atas 8 bagian, yaitu:
1.  Masalah politik, Sarekat Islam menuntut berdirinya dewan-dewan daerah, perluasan hak-hak Volksraad dengan tujuan untuk mentransformasikannya menjadi suatu lembaga perwakilan yang sesungguhnya untuk keperluan legislatif. Hak-hak politik ini dapat berfungsi dengan wajar, Sarekat Islam menuntut penghapusan kerja paksa dan sistem izin untuk bepergian.
2. Dalam bidang pendidikan, partai menuntut penghapusan peraturan yang mendiskriminasikan penerimaan murid di sekolah-sekolah. Mnuntut adanya penambahan jumlah sekolah, memasukkakan pelajaran keterampilan, perbaikan lembaga-lembaga pendidikan.
3.   Dalam bidang agama, partai menuntut dihapuskannya segala bentuk undang-undang dan peraturan yang menghambat penyebaarluasan ajaran agama Islam, pembayaran gaji kyai dan penghulu, subsidi bagi lembaga-lembaga pendidikan Islam dan pengakuan hari-hari besar Islam.
4.    Keadilan merupakan persoalan yang dipermasalahkan antara pihak pemerintah dan yang diperintah dalam suatu negeri jajahan. Sarekat Islam menuntut dalam hal ini pemisahan kekuasaan yudikatif dan eksekutif, dan menganggap perlu dibangun suatu hukum yang sama bagi menegakkan hak-hak yang sama diantara golongan penduduk negeri. Selain itu juga menuntut kemudahan bagi penduduk yang miskin untuk memperoleh perlindungan hukum.
5.  Dalam bidang agrarian dan pertanian, menuntut penghapusan particuliere landrijen (milik tuan tanah), dan dengan mengadakan ekspansi serta perbaikan irigasi.
6.   Dalam bidang industry, menuntut agar industry-industri yang sangat penting agar dinasionalisasikan industry-industri yang bersifat monopoli dan memenuhi pelayanan dan barang-barang pokok bagi rakyat banyak.
7. Dalam bidang keuangan dan perpajakan, partai menuntut adanya pajak-pajak berdasarkan proposianal serta pajak-pajak yang dipungut terhadap laba perkebunan. Partaipun menuntut adanya bantuan pemerintah bagi perkumpulan koperasi.
8.    Dalam bidang sosial, partai menuntut hendaknya pemerintah memerangi minuman keras dan candu, perjudian dan prostitusi, melarang penggunaan tenaga anak-anak, mengeluarkan peraturan perburuhan yang menjaga kepentingan para pekerja serta menambah jumlah poliklinik secara gratis.[15]

2. 3.    Kongres-Kongres Sarekat Islam
Kongres Pertama Sarekat Islam diadakan pada 26 Januari 1913 di Surabaya. Kongres tersebut dipimpin oleh Tjokroaminoto yang menjelaskan dengan tegas bahwa SI bukanlah partai politik dan tidak memiliki maksud serta tujuan untuk melakukan perlawanan pada pemerintah Hindia-Belanda. Kongres pertama ini berhasil menyedot kemauan dan minat rakyat untuk masuk menjadi anggota SI, dengan Islam sebagai lambang persatuannya dan tujuan untuk mempertinggi derajat dan martabat rakyat. Akibatnya di beberapa tempat di Pulau Jawa mulai berdiri cabang-cabang SI, contohnya saja di daerah Jakarta SI telah memiliki anggota sebanyak 12.000 orang.[16]
Kongres Kedua diadakan di Surakarta (Solo sekarang) dengan hasil keputusannya adalah SI hanya akan menerima keanggotaan rakyat yang berkebangsaan Indonesia saja (rakyat pribumi saja). Tujuannya adalah agar corak dan karakteristik SI sebagai organisasi rakyat tidak akan berubah. Kongres Ketiga (17-24 Juni 1916) diadakan di Bandung.[17] Kongres ini merupakan Kongres Nasional SI yang Pertama dengan peserta sebanyak 360.000 orang sebagai perwakilan dari 80 SI daerah yang total anggotanya mecapai 800.000 orang. Kongres ini dipimpin oleh Tjokroaminoto dengan harapan agar SI dapat menuju ke arah persatuan yang teguh antar-golongan bangsa Indonesia.
Kongres Nasional SI Kedua pada 20-27 Oktober 1917 di Jakarta, di mana CSI semakin memperlihatkan semangat politiknya, dengan merumuskan perjuangan pergerakan politiknya adalah untuk merebut kemerdekaan dari tangan Belanda dan para kapitalis dengan membentuk pemerintahan sendiri atau Zelf-Bestuur dan mengubah masyarakat kapitalis menjadi masyarakat yang sosialistis.[18] Sejak saat itu mulai terjadi pergolakan-pergolakan politik dalam tubuh SI yang sebenarnya merupakan bom waktu yang telah tertanam sejak ISDV memainkan perannya dalam tubuh SI melalui orang-orang kepercayaannyadan mulailah SI mengarah atau bergeser ke haluan kiri.
Kongres Nasional SI Ketiga adalah pada 29 September-6 Oktober 1918 di Surabaya dengan hasil keputusannya adalah menentang segala kebijakan pemerintah yang tetap melindungi praktik kapitalisme yang berdampak pada aksi penindasan kaum buruh. Kongres Nasional SI Keempat pada 26 Oktober-2 November 1919 di Surabaya memfokuskan tentang serikat kerja yang bertujuan melakukan gerakan perlawanan menentang kelas-kelas sosial yang ada dalam masyarakat.
Kongres SI, Oktober 1921 mengambil keputusan gerakan Disiplin Partai dengan mengeluarkan anggota PKI. Kongres SI Merah,  24-25 Desember 1921 di Semarang, dan dipimpin oleh Tan Malaka dan wakilnya adalah Semaoen, sementara Darsono merapatkan hubungan dengan poros Moskow dan pergi ke sana pada Oktober 1921. Dalam kongres ini mereka berterus terang menyatakan dirinya sebagai KOMUNIS dengan mengakui pemimpin-pemimpin Komunis Uni Soviet seperti Trotsky dan Lenin sebagai pahlawan mereka.[19] Yang dihadiri oleh
Kongres SI Putih, 17-20 Februari 1923 di Madiun, menghasilkan keputusan pembentukan partai SI. Langkah yang sulit untuk membangun kembali citra SI dengan Pan-Islamisme nya, oleh karena itu Agus Salim memohon bantuan pada Muhammadiyah. Sedangkan Kongres SI Merah, 4 Maret 1923 yang bertempat di Bandung yang dihadiri oleh 16 cabang PKI, 14 cabang SI Merah dan perkumpulan serikat kerja komunis. Dalam kongres mereka menyerang SI Putih dengan tuduhan SI telah terbentuk untuk lebih mementingkan kaum pemilik modal dan melakukan pemborosan uang rakyat. Dari sini mulai terjadi kongres-kongres balasan antara SI Putih dan SI Merah yang saling mempropagandakan dan memperdebatkan pemikiran dan ideologi masing-masing.
Kongres SI, 8-11 Agustus 1924 di Surabaya, mengambil keputusan non-kooperasi terhadap pemerintah dan Volksraad serta keputusan menentang kaum komunis secara giat.Kemudian Kongres CSI 21-27 Agustus 1925 di Yogya bertujuan untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penindasan dan penjajahan melalui pembukaan sekolah-sekolah guna mencetak pribadi yang tangguh dalam kehidupan sosial, budaya dan ekonomi berdasarkan syariat-syariat Islam. Dan yang terakhir adalah Kongres SI 14-17 Januari 1927 yang mengeluarkan pernyataan terbuka untuk menuju kemerdekaan kebangsaan yang berdasarkan agama Islam.[20]

2. 4.    Perpecahan dalam Tubuh Sarekat Islam
SI yang semakin condong ke kiri ini pada gilirannya menggabungkan dirinya pada Radicale Concentratie pada 16 November 1918. Dari sini, sikap kontroversial SI mulai nampak saat terjadi peristiwa Afdeeling B di Garut pada Juni 1919. Dampaknya Tjokroaminoto pada 1921 ditangkap pemerintah kolonial atas tuduhan memberikan sumpah palsu atas kasus tersebut.[21] Antara tahun 1918-1921, hubungan SI terjalin baik dengan PKI[22] dan berhasil memberikan kontribusi penting terhadap serikat-serikat buruh dalam meningkatkan kondisi dan upah para anggotanya. Sempat SI dan PKI membentuk semacam federasi pada tahun 1919, namun pemimpin serikat kerja dari CSI (Surjopranoto) yang menjabat wakil federasi, menggugat kepemimpinan Semaoen dalam federasi tersebut melalui berbagai pemogokan. Sejak saat itu, munculah pertikaian terbuka SI dan PKI.[23]
Untuk menyikapi hal tersebut, dilakukanlah gerakan Disiplin Partai dalam Kongres SI pada bulan Oktober 1921. Hal ini berdampak pada seorang anggota SI tidak mungkin lagi menjadi anggota partai atau organisasi lain (terkecuali anggota Muhammadiyah). Selain itupun anggota-anggota PKI yang ada dalam tubuh CSI dikeluarkan. SI kemudian terpecah menjadi dua, yaitu SI Putih (dengan gerakan Pan-Islamisme di bawah pimpinan H. Agus Salim serta Abdul Muis dan dukungan Tjokroaminoto setelah dibebaskan dari penjara pada Mei 1922).
Sedangkan SI Merah berada di bawah pimpinan Semaoen sejak 1922, setelah ia pulang mengasingkan diri ke Uni Soviet dan mulai membangun kembali serikat-serikat kerja PKI serta meningkatkan pengaruhnya pada cabang-cabang dan sekolah-sekolah SI.[24] Atas inisiatifnya untuk melepaskan diri selama-lamanya dari PKI, pada Kongres SI bulan Februari 1923 Tjokroaminoto mendirikan Partai Sarekat Islam yang mendukung gerakan disiplin partai. Ia pun berusaha mendirikan cabang-cabang PSI di daerah yang terdapat cabang SI Merah-nya yang kemudian oleh Semaoen diganti menjadi Sarekat Rakyat.
Pengaruh Agus Salim dalam CSI menjadikan SI Putih menempuh kebijakan non-kooperasi (mundur dari keanggotaan Volksraad) dan menjauhkan diri dari aksi-aksi penting politik. Semenjak itu, PKI-lah yang banyak terlibat melancarkan kampanye-kampanye pergerakan rakyat yang nyaris padam akibat konflik terbuka SI dan PKI. Jika ditilik dalam hal agam, SI juga telah terpecah sejak 1916 di Minangkabau akibat perbedaan doktrin kaum modernis dan kaum tradisional serta adat. Akibatnya berkembang pesatlah paham komunisme-Islam di ranah Minang ini. Sedangkan di Jawa perpecahan anggota SI terjadi antara kalangan modernis dengan kaum adat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan pra-Islam atau kebudayaan masa Majapahit.
 
BAB III
KESIMPULAN

Berbeda dengan gerakan-gerakan lainnya, Sarekat Islam tidak terbatas pada satu orientasi tujuan, melainkan mencakup berbagai bidang aktivitas. Di dalam organisasi ini agama Islam berfungsi sebagai ideologi, sehingga gerakan tersebut lebih bersifat revivalisme, yaitu semangat kembali pada kepercayaan dengan jiwa atau semangat yang berkobar-kobar atau dalam kata lain sebuah gerakan pembaharuan yang bertujuan pada kebangkitan Islam[25]. Semangat religius tadi menjadikannya sebagai sesuatu yang mempersatukan umat dan hal tersebut dapat terlihat dalam tersebarnya cabang-cabang Sarekat Islam di berbagai daerah.
Permasalahan yang terjadi di dalam tubuh SI adalah mengapa SI yang awalnya berhaluan kanan (agamis dan kental akan nuansa Islam) lalu berkembang ke arah haluan kiri yang menimbulkan perpecahan dalam tubuh organisasi tersebut. Jika kesimpulan yang ditarik adalah karena orang-orang berpengaruh dalam SI telah termakan propaganda kaum sosialis kiri seperti Semaoen, Darsono, Marco dan Sosrokardono, jawabannya adalah terlalu cepat disimpulkan.
SI menjadi terpecah dan terproses menjadi SI Merah yang kiri justru tak lain adalah karena faktor dari penjajahan oleh bangsa Belanda itu sendiri, terlebih dengan kemuculan golongan masyarakat yang baru yang menggeser posisi masyarakat pribumi di dalam struktur masyarakat. Orang-orang dari bangsa Tionghoa dan para pengusaha swasta Eropa lainnya yang tergolong kapitalis pun mendorong SI menjadi terpecah dan terpengaruh hingga memunculkan dua macam atau dua aliran SI, yaitu SI Putih dan SI Merah. Seberapa jauh suatu organisasi dapat berubah haluan dari tujuan awalnya menurut kami adalah tergantung pada situasi dan kondisi saat itu atau lebih tepatnya adalah pada peristiwa penting yang mengiri perjalanan dan proses perkembangan organisasi itu sendiri. Tidak hanya dilihat dari segi keberhasilan propaganda yang disusupkan oleh organisasi lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Kartodirdjo, Sartono. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional_Dari Kolonialisme sampai Nasionalisme Jilid II. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993.
Korver, A. P. E. Van. Sarekat Islam: Gerakan Ratu Adil. Jakarta: PT. Grafitipers, 1985.
Munasichin, Zainul. Berebut Kiri: Pergulatan Marxisme awal di Indonesia, 1912-1926. Yogyakarta: LKIS, 2005.
Noer, Deliaar. Gerakan Modern Islam di Indonesia, 1900-1942. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES, 1996.
Pringgodigdo SH, A. K. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat_Anggota IKAPI, 1994.
Ricklefs, M. C. Sejarah Indonesia Modern, 1200-2004. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2004.
Shiraishi, Takeshi. Zaman Bergerak. Jakarta: Gramedia, 2004.


[1] Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional_Dari Kolonialisme sampai Nasionalisme Jilid II (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993), hal. 127.
[2] M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, 1200-2004 (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2004), hal. 344.
[3] Menurut buku A. K. Pringgodigdo, Sarekat Islam tepatnya didirikan pada akhir tahun 1911 di kota Solo dengan prinsip-prinsip dasar Koperasi guna memajukan perdagangan Indonesia di bawah panji-panji Islam. Hal ini menggambarkan bahwa organisasi Sarekat Islam memang telah lama dinanti-nantikan kehadirannya oleh rakyat, khususnya dari kalangan pedagang dan kaum ulama.
[4] A. K. Pringgodigdo, S. H., Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, (Jakarta: Dian Rakyat_Anggota IKAPI, 1994), hal. 4.
[5] Ibid, hal. 5.
[6] Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia, 1900-1942, (Jakarta: PT Pustaka LP3ES, 1996), hal. 115.
[7] A. P. E. Korver, Sarekat Islam: Gerakan Ratu Adil, (Jakarta: PT Grafitipers, 1985), hal. 14.
[8] Sartono Kartodirjo, Op.cit., hal. 108.
[9] Ibid., hal. 110.
[10] M. C. Ricklefs, Op.cit., hal. 349.
[11] Ibid., hal. 348.
[12] Sartono Kartodirjo, Op.cit., hal. 110.
[13] Takeshi Shiraisi, Zaman Bergerak, (Jakarta: Gramedia, 2004),  hal. 421.
[14] Zainul Munasichin, Berebut Kiri: Pergulatan Marxisme awal di Indonesia, 1912-1926 (Yogyakarta: LKIS, 2005), hal. 71.
[15] Deliar Noer, Op.cit., hal. 127-129.
[16]A. K. Pringgodigdo, S. H., Op.cit., hal. 6.
[17] Sartono Kartodirdjo, Op.cit., hal. 138.
[18] A. K. Pringgodigdo, S. H., Op.cit., hal. 8.
[19] Ibid., hal. 30.
[20] Ibid., hal. 45.
[21] M. C. Ricklefs, Op.cit., hal. 362.
[22] Sebelum bernama PKI, merupakan organisasi ISDV yang didirikan oleh Sneevliet dan  kawan-kawan pada 1914, lalu berganti menjadi PKH (Partai Komunis Hindia), baru menjadi PKI pada 23 Mei 1920.
[23] M. C. Ricklefs. Op.cit., hal. 364.
[24] Ibid., hal 365.
[25] Sartono Kartodirjo, Op.cit., hal. 107.