Rabu, 10 Agustus 2011

Gangguan Inggris dan Belanda bagi Monopoli Perdagangan Rempah-Rempah Portugis di Hindia Timur

Gangguan Inggris
Bangsa Inggris sangat terlambat dalam memulai rute pelayaran melalui Tanjung Harapan menuju Lautan Hindia yang notabene terdapat aktivitas perdagangan rempah-rempah di sana. Hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian pada aktivitas perdagangan di dunia Timur. Pada masa pemerintahan Henry VII, sempat dilakukan pelayaran untuk mencapai pasar rempah-rempah dan sutra di Asia Timur oleh John Cabot dari Bristol, namun hal ini terhambat selama beberapa abad karena penemuan benua Amerika.
Salah satu upaya yang sempat dilakukan bangsa Inggris untuk sampai ke dunia Timur adalah yang dilakukan oleh Anthony Jenkinson yang melalui rute ke arah timur menyebrangi daratan melalui Rusia, terus ke bawah sampai pada Persia, kemudian hanya dapat melakukan aktivitas perdagangan jangka pendek di sana. Para saudagar London pun berusaha mengembangkan perdagangan di sebelah timur Laut Tengah, yaitu Syiria, namun tetap saja tidak bisa menjangkau sampai ke pintu gerbang perdagangan mancanegara saat itu, yaitu India dan sekitarnya. Akhirnya mereka mengambil kesimpulan bahwa satu-satunya jalan praktis menuju perdagangan rempah-rempah di dunia timur adalah melalui Tanjung Harapan.
Ketika berhasil muncul di kawasan Asia Tenggara, Inggris menjadi saingan bagi Portugis dan Belanda. Namun, karena kurangnya pengetahuan mereka tentang perdagangan dan pelayaran di sekitar Samudera Hindia cukup membuat Inggris kesulitan selama pertengahan pertama abad ke-16. Sementara itu, Portugis berusaha keras untuk merahasiakan operasi perdagangan dan pelayaran di dunia timur dari pihak Inggris. Salah satu cara yang bisa dilakukan oleh mereka adalah dengan mengeluarkan dana yang sangat besar untuk melakukan pelayaran mengelilingi dunia sejauh 16.000 mil untuk melakukan ekspedisi membawa muatan rempah-rempah ke arah barat dengan mencari kapal-kapal Spanyol. Perang Inggris dan Spanyol berdampak pada kemajuan pembuatan kapal-kapal besar untuk aktivitas perdagangan dan pelayaran di Samudera Hindia, namun di samping itu pula, sebenarnya Inggris telah siap untuk bersaing dengan Portugis di Samudera Hindia.
Saat Philip II Spanyol berhasil menguasai Portugis pada tahun 1580, ia mengundang musuh-musuhnya untuk menyerang kekaisaran Portugis. Namun, Inggris lebih memilih untuk membantu Portugis untuk mendapatkan kembali kemerdekaannya dari Spanyol, dengan harapan kelak Portugis akan menghadiahkan monopoli perdagangan rempah-rempahnya di Samudera Hindia kepada Inggris. Akan tetapi, para saudagar Inggris mengeluarkan petisi pada Oktober 1589 yang lebih memilih untuk merebut langsung monopoli perdagangan rempah-rtempah Portugis di Hindia, ketimbang membantu Portugis melawan Spanyol. Apalagi setelah Spanyol kalah dari Perang Armada pada 1588, mereka menyarankan pada Ratu Elizabeth untuk memperkuat perdagangan melalui jalur Tanjung Harapan.
Satu tahun sebelum Perang Armada, Drake berhasil merampas kapal Portugis, San Philippe, yang bermuatan rempah-rempah seharga $108.000, kemudian ia berpendapat bagaimana jika aktivitas perdagangan melalui jalur Tanjung Harapan dibiayai oleh hasil-hasil rampasan dari kapal dagang Portugis. Selain itupun perdagangan Inggris di Hindia dapat dilakukan di antara India Selatan dan Filiphina tanpa harus mendekati benteng Portugis dan Spanyol. Namun, petisi di atas tidak mendapatkan respon samapi tahun 1591 akhirnya dikirimkan ekspedisi menuju Hindia Timur dengan 3 buah kapal dari Plymouth melalui Tanjung Harapan di bawah pimpinan George Raymond dan James Lancester. Namun, ekspedisi tersebut gagal karena para anggota ekspedisi tersebut bayak yang meninggal karena penyakit. Ekspedisi-ekpedisi selanjutnya hingga tahun 1596 pun, baik yang melalui rute Tanjung Harapan maupun Selat Magellhaens tetap gagal.
Sampai pada tahun 1595-1597, ketika Cornelis de Houtman berhasil menuju Hindia dengan waktu tercepat dan berhasil membawa muatan rempah-rempah yang banyak, permintaan menyelusuri jalur Tanjung Harapan ke Hindia oleh para saudagar London pun kembali bermunculan, apalagi dengan munculnya karya Itinerario oleh Linschoten dalam terjemahan bahasa Inggris tahun 1598 yang menjelaskan tentang aktivitas perdagangan dan pelayaran di Samudera Hindia. Walaupun banyak problem intern dalam pemerintahan Elizabeth saat itu, pada 31 Desember 1600 resmi didirikan Perusahaan India Timur di Inggris dengan dukungan Dewan Prive, yang dikenal dengan EIC.
EIC dipimpin oleh seorang gubernur dan 24 orang panitia yang bertugas untuk mengorganisir ekspedisi perdagangan ke Hindia Timur. Diberi hak monopoli dagang di kawasan antara Tanjung Harapan dan Selat Magellhaens selama 15 tahun. Ekpedisi pertamanya dengan modal $6.800 dengan kapal khusus seharga %41.000 dan berbagai perlengkapan untuk perdagangan seharga $6.860 dan uang real “A8” senilai $21.742 untuk membeli barang muatan dan dibawa pulang kembali. Lancerster yang ikut dalam ekspedisi ini ditempatkan sebagai orang yang paling bertanggung jawab. Ekspedisi Lancester pada Februari 1601 tiba di Aceh pada 5 Juli 1605, kemudian berlayar ke Banten dan diizinkan untuk mendirikan kantor dagang di sana oleh pemerintah setempat dan mereka berhasil membawa pulang muatan rempah-rempah yang banyak.

Gangguan Belanda
Saat Lancester berhasil membuka kantor dagang pertama di Hindia Timur, Belanda telah melakukan serangkaian upaya tersebut selama kurang lebih 4 tahun lamanya.Namun, dengan keputusan Philip II Spanyol yang menutup pelabuhan Lisabon bagi para pedagang Inggris dan Belanda, mengecewakan para pedagang Belanda yang selama ini berperan sebagai pihak perantara antara para pedagang di Lisabon dan Eropa. Akhirnya mereka memutuskan untuk berlayar langsung ke Timur sendiri dengna tujuan untuk mengeruk keuntungan. Saat Belanda mendapatkan tantangan untuk merebut monopoli perdagangan Hindia Timur dari tangan Portugis, ia telah memiliki berbagai kemajuan daripada bangsa Inggris.
Pada 1595 ekspedisi pertama Belanda berangkat ke Hindia Timur atas jasa dari Jan Huygen van Linschoten dari Haarlem yang merupakan Ahli Ilmu Bumi dan Pemetaan yang berhasil menerbitkan buku Reysgeschrift van de Navigatien der Portugaloysers in Orienten dan Interario, Voyagie ofte Schipvaert van Jan Huygen van Linschoten naar Oost yang berisikan informasi mengenai kekuatan dan hubungan Portugis dengan para penduduk Hindia Timur yang telah goyah, sehingga pedagang-pedagang asing lainnya memiliki kesempatan untuk bersaing dengan Portugis. Di sana juga dijelaskan tentang Jawa yang menjadi pusat perdagangan karena orang-orang Portugis jarang pergi ke sana. Ekspedisi ini berangkat melalui rute Tanjung Harapan dipimpin oleh Cornelis de Houtman dengan membawa 4 buah kapal berhasil tiba di Banten pada Juni 1596.
Awalnya ia diterima dengan baik di Banten, namun karena sikapnya yang keterlaluan ia dan beberapa anak buahnya di penjarakan. Akibatnya kapal-kapal Belada menyerang ibukota Banten. Setelah berhasil dibebaskan dengan uang tebusan, ia melanjutkan perjalanan sepanjang pantai utara Jawa sampai Bali, ketika ingin menuju Maluku, para awak kapal memaksanya untuk pulang walaupun dengan hasil muatan yang sangat kurang. Keberhasilan Houtman membawa rempah-rempah mendorong ekspedisi-ekspedisi selanjutnya yang lebih terorganisir.
Namun di lain pihak, Portugis gelisah akan kedudukannya di Maluku. Goa mulai dipersenjatai untuk menahan masuknya Belanda ke Maluku, utusan ke Jawa pun telah dikirimkan untuk menghadang dan menolak kedatangan bangsa Eropa lainnya di kemudian hari. Akan tetapi, sebelum sampai ke Sunda Kelapa, pasukan mereka menghadapi serangan sengit dari pasukan Demak, sehingga memaksa armada Portugis mundur ke Malaka.
Selama 1598, 5 ekspedisi Belanda telah diberangkatkan ke Hindia Timur dengan 13 kapal melalui Tanjung Harapan dan 9 kapal melalui Selat Magellhaens. Dalam ekspedisi tersebut Oliver van Noort merupakan orang Belanda pertama yang berhasil mengelilingi dunia dengan rute ke arah barat. Kemudian terdapat ekspedisi tunggal terbesar yang dikirimkan Compagnie van Verre di bawah pimpinan Jacob van Nick, van Warwijck dan van Heemskerck yang menemukan kepulauan Mauritius. Di lain pihak, karena orang-orang Banten sedang berperang mengusir orang-orang Portugis, mereka berdagang dengan para pedagang dari mana saja. Dengan perlakuan Belanda yang membaik setelah tragedi Houtman yang dipenjarakan, maka Belanda pun diterima dengan baik oleh Banten dan daerah-daerah lainnya di nusantara.
Dari keseluruh ekspedisi tersebut, kapal dagang Belanda menjangkau hingga ke Jakarta, Tuban, Gresik, Sumatera, Kalimantan, Siam, Manila, Canton dan Jepang, namun yang paling menghasilkan banyak keuntungan adalah ekspedisi di bawah komando van Nick sedang yang lainnya mengalami kerugian bagi para promotornya dan hal ini yang akan memninbulkan krisis London. Namun, Belanda tidak begitu terpengaruh dan dua tahun sebelum VOC dibentuk, Steven van der Hagen berhasil membuat perjanjian dengan penguasa Ambon untuk melakukan penyerahan seluruh hasil cengkeh kepada Belanda. Perjanjian tersebut mengawali perjanjian-perjanjian lainnya guna mengusir Portugis dan memonopoli perdagangan rempah-rempah.
Pada 1602 dibentuklah perusahaan dagang khusus wilayah Hindia Timur, yaitu VOC (Vereeningde Oostindieche Compagnie) untuk menyaingi perusahaan dagang asing lainnya, terutama EIC. Mulai saat itu, pelayaran menjadi lebih liar bagi Belanda, di mana mereka mulai pura-pura menjalin persahabatan dengan penguasa daerah-daerah di Hindia Timur untuk mnguasai pelabuhan-pelabuhan penting di nusantara, dan persahabatan tersebut berguna dalam rangka mengusir Portugis dari nusantara. ADRT mereka dilandasi oleh hak octrooi dari UU Kerajaan tanggal 20 Maret 1602, yaitu antara lain: hak monopoli perdagangan di sepanjang Tanjung Harapan dan Selat Magellhaens selama 20 tahun, hak mendirikan benteng-benteng, hak membentuk angkatan perang, dan hak melantik pejabat-pejabat peradilan.
VOC didirikan dengan saham dari berbagai kota dagang di Belanda Utara, yaitu Amsterdam, Middelburg, Delf, Rotterdam, Hoorn dan Enkhuizen. Manajemen untuk kegiatan sehari-hari diurus oleh badan Heeren XVII yang terdiri dari 17 orang yang menjari direktur dan Majores (mayor). Amsterdam memiliki 8 kamar perwakilan, Middeiburg dengan 4 kamar perwakilan dan yang lainnya masing-masing satu kamar serta 1 kamar lagi secara bergilir. Pengorganisasian yang luar biasa bagusnya mendapatkan hasil yang memuaskan pula, di mana Belanda akhirnya berhasil mengambil alih kantor-kantor dagang di wilayah Ternate, Maluku, Banda, Banten dan Gresik (pantura) dan Patani serta Johor di Semenajung Melayu serta Aceh di ujung barat laut Sumatera. Pada tahun 1603 armada Portugis di Johor berhasil ditaklukan dan di Manila, armada VOC berasil menaklukan armada Portugis atas bantuan Spanyol. 
 Pada tahun 1607 Belanda sempat kehilagan Kepulauan Rempah-Rempah karena berhasil direbut oleh armada Spanyol yang berkuasa di Ternate bagian barat. Dan pada tahun 1609 akhirnya Belanda berhasil merebut kembali Kepulauan Rempah-Rempah tersebut dari tangan Spanyol.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar